Penilaian Kualitatif yang Subjektif: Mengapa Nilai Sikap Seringkali Jadi Alat ‘Hukuman’ bagi Siswa?

Admin_samungdel/ September 9, 2025/ Berita

Pendidikan tidak hanya mengukur kecerdasan akademis, tetapi juga karakter. Oleh karena itu, penilaian kualitatif yang mencakup aspek sikap dan perilaku menjadi bagian tak terpisahkan dari kurikulum. Namun, dalam praktiknya, penilaian ini seringkali menjadi alat subjektif yang disalahgunakan, alih-alih menjadi instrumen evaluasi yang objektif. Nilai sikap seharusnya diberikan berdasarkan observasi yang cermat dan berkesinambungan terhadap perilaku siswa di kelas maupun di luar kelas. Sayangnya, banyak guru menggunakan nilai ini sebagai senjata untuk menghukum siswa yang dianggap “bermasalah” atau tidak patuh. Ini menciptakan situasi di mana nilai sikap tidak lagi mencerminkan sikap siswa yang sesungguhnya. Sebaliknya, nilai itu mencerminkan subjektivitas guru. Penilaian kualitatif yang seperti ini mengabaikan prinsip-prinsip keadilan, dan dapat merusak kepercayaan siswa terhadap guru dan sistem pendidikan. Contohnya, seorang siswa yang aktif bertanya atau berpendapat di kelas bisa saja dianggap “membantah” dan mendapatkan nilai sikap yang rendah. Atau, siswa yang cerdas namun pendiam bisa mendapat nilai sikap yang kurang baik karena dianggap kurang partisipatif.

Penyalahgunaan ini sangat merugikan. Ketika siswa merasa bahwa usahanya untuk bersikap baik tidak dihargai, mereka bisa kehilangan motivasi. Mereka mungkin merasa bahwa berapapun usahanya, nilai sikap mereka tidak akan pernah adil. Diperlukan pedoman yang jelas dan objektif untuk melakukan penilaian kualitatif dalam hal sikap. Guru perlu dilatih untuk memisahkan antara sikap siswa yang sebenarnya dengan prasangka pribadi, serta untuk memberikan umpan balik yang membangun. Mengukur sikap memang sulit, tetapi bukan berarti harus dilakukan secara sembarangan. Prosesnya harus transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Tujuannya adalah untuk membimbing siswa menjadi pribadi yang lebih baik, bukan untuk menghukum mereka. Dengan pedoman yang kuat, nilai sikap dapat kembali pada fungsinya yang hakiki: alat untuk memandu perkembangan karakter siswa. Praktik yang adil dan jujur dapat membangun kepercayaan siswa, yang merupakan kunci keberhasilan pendidikan.

Penting bagi institusi pendidikan untuk melakukan audit berkala terhadap praktik penilaian kualitatif di sekolah mereka. Langkah ini bisa mencegah penyalahgunaan dan memastikan bahwa nilai sikap diberikan secara adil, objektif, dan relevan. Pada akhirnya, nilai harus menjadi cerminan sejati dari perkembangan siswa. Ketika nilai sikap digunakan sebagai alat untuk menghukum, ia kehilangan arti dan merusak tujuan utama pendidikan itu sendiri.

Share this Post