Mitos dan Fakta AN: Meluruskan Kesalahpahaman Publik Tentang Tujuan Asesmen
Implementasi Asesmen Nasional (AN) di Pendidikan di Indonesia seringkali diwarnai oleh kesalahpahaman publik. Penting untuk membedakan antara Mitos dan Fakta mengenai tujuan sebenarnya dari evaluasi berskala nasional ini. AN bukanlah pengganti Ujian Nasional (UN) yang menentukan kelulusan individu. Tujuan utamanya adalah pemetaan mutu sistem pendidikan di setiap sekolah, bukan penghakiman terhadap prestasi pribadi siswa. Meluruskan persepsi ini sangat krusial agar semua pihak dapat mendukung tujuan diagnostik AN yang sebenarnya.
Salah satu Mitos dan Fakta yang paling umum adalah anggapan bahwa hasil AN akan memengaruhi nilai rapor atau kelulusan siswa. Fakta yang sebenarnya adalah AN tidak memberikan konsekuensi langsung pada siswa yang mengikutinya. Hasil AN bersifat anonim dan hanya digunakan sebagai alat diagnostik bagi sekolah. Hasil ini akan menjadi cerminan mutu pembelajaran, lingkungan sekolah, dan kompetensi literasi-numerasi secara umum. Peserta yang mengikuti AN dipilih secara acak (sampel) dari siswa kelas 5, 8, dan 11, bukan seluruh siswa tingkat akhir, untuk mendapatkan data yang representatif.
Mitos dan Fakta kedua adalah keyakinan bahwa AN hanya menguji mata pelajaran tertentu, seperti Matematika dan Bahasa. Faktanya, AN memang terbagi tiga: Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang mengukur Literasi dan Numerasi, Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar. AKM tidak menguji konten kurikulum secara spesifik. AKM mengukur kemampuan nalar dan penerapan konsep dasar yang relevan di semua mata pelajaran. Sementara itu, Survei Karakter mengukur nilai-nilai Pancasila. Survei Lingkungan Belajar mengevaluasi iklim keamanan dan inklusivitas sekolah.
Mitos dan Fakta ketiga yang sering beredar adalah asumsi bahwa hasil buruk AN akan menyebabkan sekolah menerima sanksi atau ditutup. Fakta yang benar adalah hasil AN berfungsi sebagai “rapor” sekolah untuk perencanaan perbaikan. Pemerintah daerah dan sekolah menggunakan data ini sebagai cermin untuk mengidentifikasi area yang memerlukan intervensi dan alokasi dana yang lebih tepat sasaran. Contohnya, jika Survei Lingkungan Belajar menunjukkan kasus perundungan tinggi, sekolah wajib menyusun program pencegahan yang spesifik dan terukur, dibantu oleh Kementerian Pendidikan.
Sebagai kesimpulan, Mitos dan Fakta seputar AN harus terus diluruskan. AN adalah alat transformasi yang mengarahkan fokus dari output (nilai ujian) ke proses pembelajaran dan lingkungan sekolah yang lebih baik. Dengan pemahaman yang benar, guru dan kepala sekolah dapat memanfaatkan data AN untuk merancang program peningkatan kualitas pendidikan yang lebih efektif. Ini adalah langkah maju untuk memajukan kualitas Pendidikan di Indonesia secara menyeluruh dan berkesinambungan.
