Kecemasan Siswa: Dampak Perubahan Sistem Seleksi PTN
Pengumuman Perubahan Sistem Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia menjadi pemicu utama kecemasan di kalangan siswa SMA. Bukan hanya tuntutan akademis internal, tetapi juga faktor eksternal yang kompleks semakin menambah beban mental. Ketidakpastian mengenai format baru, bobot nilai rapor, dan peran tes skolastik memunculkan pertanyaan besar tentang strategi belajar yang paling efektif saat ini.
Perubahan Sistem seleksi yang berganti dari Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) menjadi Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) dengan fokus pada Tes Skolastik menuntut adaptasi cepat. Siswa tidak hanya perlu menguasai materi pelajaran, tetapi juga harus berfokus pada kemampuan penalaran dan pemecahan masalah. Tuntutan ini memaksa siswa dan sekolah untuk merombak total metode persiapan mereka, sehingga menambah tekanan.
Salah satu faktor eksternal terbesar adalah arus informasi yang simpang siur dan tekanan media sosial. Setiap pengumuman resmi dari kementerian langsung direspons dengan analisis, prediksi, dan perbandingan yang sering kali memicu kepanikan. Perubahan Sistem ini, meski bertujuan baik, menciptakan lingkungan fear of missing out (FOMO) di kalangan siswa. Mereka merasa harus mengikuti setiap tren dan strategi belajar terbaru.
Tekanan dari orang tua dan lingkungan sosial juga berperan signifikan. Harapan untuk diterima di PTN favorit, khususnya jurusan populer, seringkali menjadi beban yang tidak terucapkan. Orang tua yang panik akan Perubahan Sistem seleksi bisa secara tidak sengaja menekan anak untuk ikut berbagai bimbingan belajar tambahan. Keadaan ini membuat proses persiapan menjadi ajang kompetisi yang sangat melelahkan.
Kekhawatiran terhadap ketidakadilan adalah faktor eksternal lainnya. Siswa merasa bahwa Perubahan Sistem yang baru mungkin belum sepenuhnya teruji dan berpotensi menimbulkan ketidakmerataan bagi mereka yang berasal dari daerah atau sekolah dengan sumber daya terbatas. Kecemasan ini lahir dari rasa takut bahwa usaha keras yang telah mereka lakukan selama bertahun-tahun menjadi tidak relevan.
Dampak kecemasan ini tidak hanya dirasakan secara psikologis, tetapi juga memengaruhi kesehatan fisik. Gejala seperti gangguan tidur, pola makan tidak teratur, hingga depresi semakin meningkat. Sekolah dan guru memiliki peran penting sebagai penyeimbang, memberikan informasi yang akurat dan dukungan emosional, serta mendorong siswa untuk fokus pada kemampuan diri sendiri.
Penting bagi siswa SMA untuk menyadari bahwa fokus pada pengembangan diri dan keterampilan penalaran jauh lebih berharga daripada sekadar menghafal. Perubahan Sistem pada dasarnya adalah upaya untuk menciptakan sistem seleksi yang lebih relevan dengan tuntutan abad ke-21. Mengelola faktor eksternal seperti hoax dan tekanan sosial adalah kunci untuk melewati masa transisi ini dengan baik.
