Diskriminasi Zonasi: Orang Tua Merasa Terbebani Sistem

Admin_samungdel/ Juli 20, 2025/ Berita

Sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) di Indonesia, meskipun bertujuan baik, seringkali menimbulkan masalah yang membuat orang tua merasa terdiskriminasi karena domisili. Jarak rumah ke sekolah menjadi penentu utama, mengesampingkan faktor lain seperti prestasi akademik anak. Kondisi ini memicu rasa tidak adil di kalangan orang tua, terutama mereka yang berada di luar zona sekolah pilihan, menciptakan keresahan yang signifikan setiap tahunnya.

Adanya asumsi bahwa sistem zonasi akan menciptakan pemerataan kualitas pendidikan belum sepenuhnya terwujud. Sebaliknya, hal ini justru menimbulkan kekecewaan di kalangan orang tua yang anaknya berprestasi namun tidak bisa masuk sekolah favorit karena terhalang zonasi. Mereka merasa bahwa usaha anak dalam belajar tidak dihargai, padahal mereka telah berjuang keras untuk mencapai prestasi akademik yang tinggi.

Masalah ini diperparah dengan adanya praktik kecurangan seperti penggunaan Kartu Keluarga (KK) palsu atau praktik “titipan” agar anak bisa masuk ke sekolah di zona yang diinginkan. Orang tua yang jujur dan patuh aturan merasa dirugikan oleh praktik ini, karena kuota yang seharusnya tersedia menjadi berkurang. Ini mencoreng prinsip keadilan dan transparansi dalam sistem pendidikan, merusak kepercayaan publik.

Anak yang tidak bisa masuk sekolah pilihan meskipun berprestasi juga menjadi “luka” tersendiri bagi orang tua dan anak. Motivasi belajar anak bisa menurun drastis, dan mereka mungkin merasa usaha mereka sia-sia. Waktu bermain yang seharusnya diisi dengan kegiatan positif juga mungkin terganggu oleh tekanan dan kekecewaan ini, sehingga anak-anak akan merasa sangat sedih dan tertekan.

Kondisi ini menunjukkan kurangnya pemerataan pembangunan dan kualitas pendidikan di seluruh wilayah. Jika semua sekolah memiliki kualitas yang merata, sistem zonasi tidak akan menjadi masalah. Namun, selama masih ada sekolah favorit dan sekolah yang kurang diminati, diskriminasi domisili akan terus memicu masalah bagi banyak orang tua dan siswa.

Pemerintah melalui Pemerintah Provinsi dan Kementerian Agama perlu mengevaluasi ulang kebijakan zonasi secara menyeluruh. Selain aspek jarak, perlu dipertimbangkan faktor lain seperti prestasi akademik, jalur afirmasi, dan kuota khusus untuk siswa berprestasi. Transparansi data dan penindakan tegas terhadap praktik kecurangan juga harus ditingkatkan, agar semua proses berjalan lancar dan adil.

Edukasi kepada orang tua dan masyarakat juga penting untuk mengubah perspektif. Fokus tidak hanya pada sekolah favorit, tetapi pada kualitas pendidikan secara keseluruhan. Membangun kepercayaan bahwa setiap sekolah memiliki potensi untuk menjadi berkualitas akan mengurangi tekanan dan kecurangan, menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih sehat bagi semua pihak.

Share this Post