Kontroversi Kuliner Ekstrem: 27 Warung Penjual Olahan Daging Anjing di Solo Terdata

Admin_samungdel/ April 20, 2025/ Berita

Kota Solo, yang dikenal dengan beragam kulinernya, kembali menjadi sorotan terkait keberadaan sejumlah warung yang secara diam-diam menjajakan olahan daging anjing. Data dari Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Peternakan (DPKPP) Kota Solo mencatat adanya 27 warung yang masih aktif menjual kuliner ekstrem ini, meskipun praktik tersebut menuai kontroversi dan penolakan dari berbagai pihak.

Keberadaan warung-warung ini menjadi perhatian karena anjing bukanlah hewan ternak dan konsumsinya berpotensi menimbulkan risiko kesehatan. Selain isu kesejahteraan hewan yang menjadi perhatian utama para aktivis, daging anjing juga dikhawatirkan dapat membawa berbagai penyakit zoonosis, termasuk rabies. Sumber anjing yang diperdagangkan di Solo sebagian besar didatangkan dari luar kota, bahkan dari daerah yang masih endemis rabies, dengan proses pengangkutan yang seringkali tidak memperhatikan kesejahteraan hewan.

Meskipun demikian, praktik konsumsi daging anjing di Solo memiliki sejarah yang cukup panjang dan bagi sebagian masyarakat, dianggap sebagai tradisi atau bahkan dipercaya memiliki khasiat tertentu, seperti meningkatkan vitalitas atau menyembuhkan penyakit. Beberapa warung bahkan menggunakan kode-kode tertentu seperti “RW” atau “RR” yang merujuk pada olahan daging anjing, atau secara terang-terangan menuliskan menu “sate guguk”.

Pihak DPKPP Kota Solo menyatakan bahwa mereka terus melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai bahaya mengkonsumsi daging anjing. Pemerintah Kota Solo sendiri sempat berjanji untuk menerbitkan Surat Edaran (SE) terkait larangan perdagangan daging anjing, namun hingga kini implementasinya belum maksimal.

Kontroversi mengenai perdagangan dan konsumsi daging anjing di Solo terus bergulir. Para aktivis pecinta hewan gencar menyerukan penghentian praktik ini, sementara sebagian pedagang merasa keberatan karena mata pencaharian mereka bergantung pada penjualan kuliner tersebut. Beberapa waktu lalu, para pedagang bahkan sempat meminta audiensi dengan pemerintah kota dan para aktivis untuk mencari solusi terbaik.

Kasus ini menjadi dilema tersendiri bagi Pemerintah Kota Solo. Di satu sisi, terdapat desakan kuat untuk menghentikan perdagangan daging anjing demi kesehatan masyarakat dan kesejahteraan hewan. Di sisi lain, praktik ini telah menjadi bagian dari tradisi dan sumber penghasilan bagi sebagian warga. Langkah tegas dari pemerintah kota sangat dinantikan untuk menyelesaikan polemik ini dan menentukan arah kebijakan terkait kuliner ekstrem di Solo.

Share this Post